PERATURAN MENTERI SOSIAL
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 03 TAHUN 2013
TENTANG
TENAGA KESEJAHTERAAN SOSIAL
KECAMATAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a.
bahwa penyelenggaraan kesejahteraan sosial di tingkat kecamatan membutuhkan
Tenaga Kesejahteraan Sosial sebagai wujud partisipasi masyarakat dan ujung
tombak dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial di tingkat kecamatan;
b. bahwa
Tenaga Kesejahteraan Sosial sebagaimana dimaksud dalam huruf a, merupakan
Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan yang diinisiasi dan dibina secara
fungsional oleh Kementerian Sosial;
c.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf
b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Sosial tentang Tenaga Kesejahteraan
Sosial Kecamatan;
Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)
sebagaiman telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4844);
2. Undang-Undang Nomor
39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
3.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4967);
4.
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5235);
5.
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan
antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
6.
Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 89, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4741);
7.
Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan
Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 68, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5294);
8.
Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009 tentang Pembentukan Kabinet Indonesia
Bersatu II;
9.
Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi
Kementerian Negara yang telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan
Presiden Nomor 91 Tahun 2011;
10. Peraturan
Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian
Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara
yang telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor
92 Tahun 2011;
11. Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan
Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59
Tahun 2007;
12. Peraturan
Menteri Sosial Nomor 129/HUK/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang
Sosial Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota;
13. Keputusan
Menteri Sosial Nomor 111/HUK/2009 tentang Indikator Kinerja Pembangunan
Kesejahteraan Sosial;
14. Keputusan
Menteri Sosial Nomor 80/HUK/2010 tentang Panduan Perencanaan Pembiayaan
Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang Sosial Daerah Provinsi dan Daerah
Kabupaten/Kota;
15. Peraturan
Menteri Sosial Nomor 86/HUK/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Sosial;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI SOSIAL TENTANG
TENAGA KESEJAHTERAAN SOSIAL KECAMATAN.
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud
dengan :
1.
Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan yang selanjutnya disingkat TKSK adalah
seseorang yang diberi tugas, fungsi, dan kewenangan oleh Kementerian Sosial
dan/atau dinas/instansi sosial provinsi, dinas/instansi sosial kabupaten/kota
selama jangka waktu tertentu untuk melaksanakan dan/atau membantu
penyelenggaraan kesejahteraan sosial sesuai dengan wilayah penugasan di
kecamatan.
2.
Pekerja Sosial Masyarakat yang selanjutnya disingkat dengan PSM adalah
seseorang sebagai warga masyarakat yang mempunyai jiwa pengabdian sosial,
kemauan, dan kemampuan dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial, serta telah
mengikuti bimbingan atau pelatihan di bidang kesejahteraan sosial.
3.
Karang Taruna adalah organisasi sosial kemasyarakatan sebagai wadah dan sarana
pengembangan setiap anggota masyarakat yang tumbuh dan berkembang atas dasar
kesadaran dan tanggung jawab sosial dari, oleh, dan untuk masyarakat terutama
generasi muda di wilayah desa/kelurahan atau komunitas adat sederajat terutama
bergerak di bidang penyelenggaraan kesejahteraan sosial.
4.
Lembaga Kesejahteraan Sosial adalah organisasi sosial atau perkumpulan sosial
yang melaksanakan penyelenggaraan kesejahteraan sosial yang dibentuk oleh
masyarakat, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.
5.
Kesejahteraan Sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual,
dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri,
sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya.
6.
Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial adalah upaya yang terarah, terpadu, dan
berkelanjutan yang dilakukan Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat
dalam bentuk pelayanan sosial guna memenuhi kebutuhan dasar setiap warga
negara, yang meliputi rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial,
dan perlindungan sosial.
7.
Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial yang selanjutnya disingkat PSKS adalah
perseorangan, keluarga, kelompok, dan/atau masyarakat yang dapat berperan
serta untuk menjaga, menciptakan, mendukung, dan memperkuat
penyelenggaraan kesejahteraan sosial.
8.
Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial yang selanjutnya disingkat PMKS adalah
perseorangan, keluarga, kelompok, dan/atau masyarakat yang karena suatu
hambatan, kesulitan, atau gangguan, tidak dapat melaksanakan fungsi sosialnya,
sehingga tidak dapat terpenuhi kebutuhan hidupnya baik jasmani, rohani,
maupun sosial secara memadai dan wajar.
Pasal 2
Tujuan pembentukan dan penugasan
TKSK meliputi :
a. meningkatkan
peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial di tingkat
kecamatan;
b. terwujudnya
koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi program dan kegiatan penyelenggaraan
kesejahteraan sosial di tingkat kecamatan; dan
c. terjalinnya
kerja sama dan sinergi antara program penyelenggaraan kesejahteraan sosial dan
program-program pembangunan lainnya di tingkat kecamatan.
BAB II KEDUDUKAN, TUGAS, DAN FUNGSI
Pasal 3
(1)
TKSK berkedudukan di tingkat kecamatan.
(2)
TKSK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai wilayah kerja di satu wilayah
kecamatan yang meliputi desa atau kelurahan.
Pasal 4
Tugas TKSK di dalam penyelenggaraan
kesejahteraan sosial meliputi :
a. melakukan
pemetaan sosial berupa pendataan PMKS dan PSKS dan/atau data dan informasi
lainnya yang dibutuhkan dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial;
b. melaksanakan dan/atau
membantu penyelenggaraan kesejahteraan sosial yang ditugaskan oleh Kementerian
Sosial, dinas/instansi sosial provinsi, dinas/instansi sosial kabupaten/kota,
dan kecamatan;
c. melakukan
koordinasi dengan PSKS dan sumber daya manusia kesejahteraan sosial lainnya
dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial;
d. melakukan sinergi,
integrasi, dan sinkronisasi dengan camat dan/atau perangkat organisasi
dibawahnya antara penyelenggara kesejahteraan sosial dan penyelenggara tugas
umum pemerintahan dan/atau pemberdayaan masyarakat di tingkat kecamatan;
e. melakukan
kegiatan penyuluhan dan bimbingan sosial baik atas inisiatif sendiri maupun
atas penugasan dari berbagai pihak; dan
f.
mengembangkan partisipasi sosial masyarakat dan jejaring kerja dengan berbagai
pihak dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial.
Pasal 5
Fungsi TKSK di dalam penyelenggaraan
kesejahteraan sosial meliputi :
a. koordinator;
b. administrator; dan
c. fasilitator.
Pasal 6
Koordinator sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 huruf a, melaksanakan fungsi-fungsi koordinasi yang berkaitan
dengan kerja sama, sinergi, integrasi, dan sinkronisasi dengan PSKS, sumber
daya manusia kesejahteraan sosial dan berbagai pemangku kepentingan dalam
penyelenggaraan kesejahteraan sosial di wilayah kecamatan tempat penugasan.
Pasal 7
Administrator sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 huruf b, melaksanakan fungsi-fungsi administrasi yang berkaitan
dengan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pemantauan
penyelenggaraan kesejahteraan sosial di wilayah kecamatan tempat penugasan.
Pasal 8
Fasilitator sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 huruf c, melaksanakan fungsi-fungsi fasilitasi dan/atau
pendampingan sosial secara langsung maupun tidak langsung dalam penyelenggaraan
kesejahteraan sosial di wilayah kecamatan tempat penugasan.
BAB III TKSK
Bagian Kesatu
Persyaratan
Pasal 9
Persyaratan untuk menjadi TKSK,
meliputi :
a. usia minimal 25
(dua puluh lima) tahun;
b. bukan PNS atau
TNI/Polri;
c. berdomisili dan
memiliki Kartu Tanda Penduduk di wilayah kecamatan ditempat calon penugasan;
d. pendidikan minimal
Sarjana Muda/Diploma IV/sederajat;
e. berbadan sehat;
f.
berkelakuan baik;
g. berasal dari
unsur anggota PSM, Karang Taruna, dan LKS;
h. dapat mengoperasikan
komputer;
i.
berpengalaman dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial sekurang-kurangnya
selama 2 (dua) tahun terakhir; dan
j.
diutamakan memiliki sarana transportasi.
Bagian Kedua Rekrutmen TKSK
Pasal 10
(1)
Rekrutmen TKSK dilaksanakan oleh Tim Seleksi Calon TKSK yang beranggotakan para
petugas dari Kementerian Sosial, dinas/instansi sosial provinsi, dan
dinas/instansi sosial kabupaten/kota sesuai dengan wilayah kerjanya
masing-masing.
(2)
Tim Seleksi Calon TKSK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas :
a. ketua merangkap
anggota;
b. sekretaris merangkap
anggota; dan
c. anggota.
(3)
Tim Seleksi Calon TKSK sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) ditetapkan berdasarkan Keputusan
Menteri Sosial atau pejabat yang berwenang sesuai dengan tugas dan fungsinya.
Pasal 11
(1)
Dinas/instansi sosial provinsi dan dinas/instansi sosial kabupaten/kota dapat
membentuk Tim Seleksi Calon TKSK di daerah sesuai dengan wilayah kerjanya
masing-masing.
(2)
Tim Seleksi Calon TKSK di daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang telah
terbentuk harus berkoordinasi dengan Kementerian Sosial.
(3)
Tim Seleksi Calon TKSK di daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam
melaksanakan rekrutmen TKSK di daerah menggunakan biaya dari anggaran
pendapatan dan belanja daerah dan sumber pendanaan yang sah berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Ketiga Tahapan Rekrutmen
Pasal 12
Tahapan rekrutmen TKSK meliputi :
a. seleksi
administrasi;
b. seleksi ujian
tertulis;
c. seleksi
wawancara;
d. penetapan calon TKSK;
dan
e. penguatan kapasitas
dasar TKSK.
Pasal 13
(1)
Seleksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a, Kementerian
Sosial menyampaikan surat pemberitahuan kepada dinas/instansi sosial provinsi
untuk dilanjutkan kepada dinas/instansi sosial kabupaten/kota untuk menyiapkan
calon TKSK dari masing-masing kecamatan yang akan diseleksi kelengkapan
administrasinya.
(2)
Seleksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi :
a. pasfoto ukuran
4 x 6 dan 3 x 4, masing-masing 2 (dua) lembar;
b. fotocopy akte
kelahiran/akte kenal lahir 1 (satu) lembar;
c. fotocopy Kartu
Tanda Penduduk dan kartu keluarga;
d. fotocopy ijazah
Sarjana Muda/D IV/sederajat yang telah dilegalisir;
e. fotocopy Bukti
Kepemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB) bagi yang memiliki;
f. fotocopy
Surat Tanda Tamat Pendidikan dan Pelatihan (STTPP) dari lembaga pendidikan dan
pelatihan komputer yang telah dilegalisir;
g. surat
keterangan sehat dari dokter;
h. surat keterangan
kelakuan baik dari kepolisian;
i. surat
keterangan bukan PNS atau TNI/Polri dari kepala desa/lurah setempat;
j. surat
keterangan anggota dari pengurus Ikatan Pekerja Sosial Masyarakat/Karang
Taruna/LKS setempat; dan
k. surat keterangan
aktif dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial sekurang-kurangnya 2 (dua)
tahun terakhir dari kepala desa/lurah yang diketahui oleh camat setempat.
Pasal 14
Seleksi ujian tertulis sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 12 huruf b, memuat materi ujian mengenai penyelenggaraan
kesejahteraan sosial.
Pasal 15
(1)
Seleksi wawancara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf c, dilakukan
setelah calon TKSK dinyatakan lulus seleksi administrasi dan seleksi ujian
tertulis.
(2)
Seleksi wawancara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi :
a. verifikasi
persyaratan administrasi;
b. latar belakang dan
motivasi menjadi TKSK;
c. pemahaman
terhadap tugas, fungsi, dan kewenangan TKSK; dan
d. kesanggupan dan/atau
penerimaan terhadap ketentuan-ketentuan yang terkait dengan pemberhentian,
penggantian, penghargaan, dan sanksi TKSK sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Pasal 16
(1)
Calon TKSK yang dinyatakan lulus seleksi wawancara sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 15 ayat (2) selanjutnya diajukan kepada dinas/instansi sosial kabupaten/kota
untuk dibuatkan rekomendasi.
(2)
Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada
dinas/instansi sosial provinsi untuk selanjutnya diajukan kepada Kementerian
Sosial.
(3)
Calon TKSK yang diajukan kepada Kementerian Sosial dibuatkan penetapannya
berdasarkan Keputusan Menteri Sosial atau pejabat yang berwenangan sesuai
dengan tugas dan fungsinya.
Pasal 17
(1)
Penguatan kapasitas dasar TKSK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf e,
wajib diikuti oleh calon TKSK yang telah ditetapkan berdasarkan Keputusan
Menteri Sosial atau pejabat yang berwenang sesuai dengan tugas dan fungsinya.
(2)
Penguatan kapasitas dasar TKSK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
oleh lembaga pendidikan dan pelatihan Kementerian Sosial sesuai dengan wilayah
kerjanya masing-masing.
(3)
Lembaga pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menyusun
materi atau bahan ajar dalam bentuk modul yang telah distandardisasi sesuai
dengan kebutuhan dan karakteristik penyelenggaraan kesejahteraan sosial di
wilayah kerjanya masing-masing.
Bagian Keempat Seragam, Lambang, dan Atribut
Pasal 18
Seragam, atribut, dan lencana TKSK
ditetapkan oleh Menteri Sosial.
Bagian Kelima Masa Tugas
Pasal 19
Masa tugas TKSK selama 3 (tiga)
tahun dan dapat diperpanjang untuk masa tugas 3 (tiga) tahun
berikutnya sesuai dengan ketentuan usulan yang diajukan secara berjenjang.
BAB IV PENGHARGAAN DAN SANKSI
Pasal 20
(1)
TKSK yang telah menunjukkan kinerja, loyalitas dan dedikasi dalam
penyelenggaraan kesejahteraan sosial berhak mendapat penghargaan dari
Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah.
(2)
Penghargaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan berupa :
a. piagam;
b. uang;
c. cenderamata;
dan
d. bentuk penghargaan
lainnya.
Pasal 21
Ketentuan lebih lanjut mengenai
bentuk, syarat, dan tata cara penghargaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20
ayat (2) diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pemberdayaan Sosial dan
Penanggulangan Kemiskinan.
Pasal 22
(1)
TKSK yang melanggar ketentuan tugas, fungsi dan kewenangan sesuai dengan
penugasan dan jangka waktu tertentu yang diberikan oleh Kementerian Sosial,
dinas/instansi sosial provinsi, dan/atau kabupaten/kota akan diberikan sanksi.
(2)
Sanksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa:
a. teguran lisan;
b. peringatan tertulis
secara bertahap dan berjenjang; dan
c. sanksi
administratif berupa penghentian tidak dengan hormat sebagai TKSK
BAB V PEMBERHENTIAN DAN PENGGANTIAN
Pasal 23
(1)
Pemberhentian penugasan TKSK dengan ketentuan apabila :
a. meninggal
dunia;
b. mengundurkan diri
dengan sukarela karena alasan tidak mampu menjalankan tugas dan fungsinya;
c. tidak dapat
melaksanakan tugas karena sakit dan/atau berhalangan tetap;
d. dinilai berprilaku
dan berkinerja buruk yang dapat dinilai merusak citra dan tujuan pembentukan
TKSK;
e. dipidana
penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling
singkat 5 (lima) tahun; dan
f.
berakhirnya masa penugasan sesuai dengan jangka waktu yang telah ditetapkan
oleh Kementerian Sosial, dinas/instansi sosial provinsi, dan/atau
dinas/instansi sosial kabupaten/kota sesuai dengan wilayah kerjanya
masing-masing.
(2)
Ketentuan pemberhentian penugasan TKSK sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dibuktikan dengan surat pernyataan TKSK, surat keterangan, dan/atau surat
rekomendasi dari camat sesuai dengan wilayah kerjanya masing-masing dengan
melengkapi surat keterangan pendukung lainnya dari pihak-pihak terkait.
Pasal 24
(1)
TKSK berhenti atau diberhentikan sebelum masa tugasnya berakhir dapat
digantikan berdasarkan usulan dari kecamatan dengan direkomendasikan oleh dinas/instansi
sosial kabupaten/kota.
(2)
Rekomendasi dari dinas/instansi sosial kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat diteruskan ke dinas/instansi sosial provinsi, selanjutnya
diusulkan kepada Kementerian Sosial.
Pasal 25
Penggantian TKSK sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1), ditetapkan oleh Menteri Sosial.
BAB VI PEMBERDAYAAN DAN PENGENDALIAN
Pasal 26
Pemberdayaan dapat berupa apresiasi
terhadap kinerja TKSK, fasilitasi program dan kegiatan, bimbingan teknis,
asistensi teknis, dan pendidikan dan pelatihan.
Pasal 27
(1)
Pengendalian dilaksanakan untuk memastikan pembentukan, pemberdayaan dan
operasional TKSK dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang
berlaku.
(2)
Pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri atas :
a. supervisi;
b. monitoring;
c. evaluasi; dan
d. pelaporan.
Pasal 28
Supervisi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 27 ayat (2) huruf a, merupakan arahan, petunjuk dan konsultasi agar
tujuan pembentukan, pemberdayaan dan operasional TKSK dapat tercapai.
Pasal 29
Monitoring sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 27 ayat (2) huruf b, merupakan proses pengamatan yang terus menerus
untuk memantau pelaksanaan kegiatan, hambatan yang dihadapi serta dukungan yang
diperoleh.
Pasal 30
Evaluasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 27 ayat (2) huruf c, merupakan proses mengukur dan menilai hasil
pelaksanaan kegiatan pembentukan, pemberdayaan dan operasional TKSK.
Pasal 31
Pelaporan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 27 ayat (2) huruf d, merupakan proses penyusunan, penyampaian data dan
informasi tentang pembentukan, pemberdayaan dan operasional TKSK.
BAB VII KEWENANGAN
Pasal 32
Kementerian Sosial merumuskan
kebijakan TKSK untuk disosialisasikan ke daerah dalam rangka pemberdayaan dan pengendalian
TKSK.
Pasal 33
Dinas/instansi sosial provinsi
melaksanakan sosialisasi kepada seluruh Dinas/instansi sosial kabupaten/kota
untuk persiapan, pelaksanaan rekrutmen, dan melakukan pemberdayaan dan
pengendalian TKSK.
Pasal 34
Dinas/instansi sosial kabupaten/kota
melaksanakan persiapan, pelaksanaan rekrutmen, pemberdayaan dan pengendalian
TKSK di lapangan dengan mengacu pada kebijakan dan prosedur kerja sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB VIII JEJARING KERJA
Pasal 35
(1)
Untuk kepentingan pertukaran informasi, komunikasi dan berbagi pengalaman dalam
penyelenggaraan kesejahteraan sosial, TKSK dapat membentuk jejaring kerja atas
inisiatif dan kebutuhan TKSK itu sendiri.
(2)
Jejaring kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibentuk di tingkat
Kabupaten/Kota, Provinsi, dan Nasional.
(3)
Jejaring kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bersifat non hirarki,
independen dan mandiri serta koordinatif.
BAB IX PENDANAAN
Pasal 36
(1)
Pendanaan untuk pelaksanaan tugas, fungsi dan wewenang TKSK bersumber dari :
a. Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara;
b. anggaran pendapatan
dan belanja daerah; dan/atau
c. sumber dana
lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pengalokasian pendanaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a dan huruf b dilaksanakan oleh Pemerintah, pemerintahan
daerah provinsi, dan pemerintahan daerah kabupaten/kota sesuai dengan
kewenangannya dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB X KETENTUAN PENUTUP
Pasal 37
Pada saat Peraturan ini berlaku,
maka Keputusan Direktur Jenderal Pemberdayaan Sosial dan Penanggulangan
Kemiskinan Nomor 467/DYS-PK3/KPTS/11/2011 tentang TKSK, dicabut dan dinyatakan
tidak berlaku.